Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai keterlibatan lembaga survei bagian dari bentuk partisipasi publik yang sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 14 tahun 2014.
Namun, KPU mengingatkan kewajiban lembaga survei harus menjelaskan secara detil mengenai metode penelitiannya kepada publik.
Anggota Bawaslu, Daniel Zuchron menilai fenomena hitung cepat (quick count) oleh lembaga survei pada 9 Juli lalu sudah berlebihan.
"Kita melihat selama ini quick count sudah melebihi batas dan trennya sudah mengarah pada kondisi yang tidak lebih baik. Jadi kita sepakat dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan tayangan quick count di televisi," ujar Daniel saat diskusi bertajuk Meluruskan Quick Count di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Daniel melanjutkan, saat ini masyarakat cenderung menjadi korban hasil quick count. Kendati begitu, dia tidak sepakat jika lembaga survei dan metode quick count dihapus dalam pemilu Indonesia.
Menurut dia, tindakan maun hapus tanpa argumentasi yang tidak kuat dinilai sebagai sesuatu yang tidak logis.
"Adil bukan masalah dihapus atau setuju atau tidak setuju karena itu seperti kekanak-kanakan. Selama kita masih mengikuti metode manual, hasilnya akan berjenjang. Mungkin ke depan Undang-Undang Pemilu itu seharusnya segera dipikirkan bagaimana agar cepat prosesnya, karena hasil pemilu ini akan berkaitan dengan massa," tutur Daniel.
Untuk mengantisipasi keterlibatan lembaga survei dalam pemilu, kata Daniel, pemilu di Indonesia harus memiliki undang-undang yang mengikatlembaga survei.
Dengan begitu, kata dia, kasus perbedaan data tidak terulang. Dia pun meminta masyarakat untuk fokus mengawasi rekapitulasi suara secara berjenjang.
Sumber: sindonews
0 Response to "Quick count dinilai tidak konsisten"
Posting Komentar